..: MATI ITU PASTI & SEBUAH REKREASI SEJATI :..

Apa yang dapat kita bayangkan ketika ada seorang pemuda yang tampan, sihat dan perkasa tiba-tiba diberitahu oleh doktor bahawa dia menghidap kanser? Bagaimana andai kata hal itu menimpa kita? Semangat yang sebelumnya berkobar tiba-tiba padam. Hilanglah seluruh harapan. Musnahlah semua cita-cita. Dunia seakan berhenti seketika.

 

Apa yang sedang kita takutkan dengan kanser? Jawabnya hampir pasti adalah kematian. Semua orang takut mati, bahkan seluruh makhluk hidup takut datangnya peristiwa itu. Mulai dari makhluk terkecil seperti semut hingga yang terbesar seperti gajah, semua takut mati. Andai kata mati itu berwujud makhluk tentu akan dilawan, sebagaimana mereka melawan setiap orang yang cuba mengganggu kehidupannya. Andai kata mampu dihindari, tentu semua makhluk akan memilih untuk menghindarinya.

 

Anas Radhiallaahu’anhu meriwayatkan hadits Rasulullah s.a.w.:

 

“Anak Adam tidak menemui sesuatu yang diciptakan Allah melebihi hebatnya maut, padahal maut itu merupakan peristiwa yang paling ringan dibandingkan dengan kejadian-kejadian sesudahnya.” (HR.Ahmad)

 

Takut kepada kematian adalah naluri semua makhluk hidup, sifatnya sangat alamiah. Bayangan kematian merupakan bayangan yang paling menakutkan. Di dunia ini tidak ada yang paling menakutkan melebihi kematian. Seandainya tidak ada kematian, tidak ada sesuatu pun yang ditakuti. Risiko tertinggi di dunia ini adalah mati. Tidak ada yang melebihinya lagi.

 

Seorang pemerintah yang paling berkuasa sekalipun akan merasa hina dan nista di depan kematian. Dia merasa kecil dan kerdil, kerana kedatangannya tanpa dapat dielak. Jika Allah telah menetapkan ajalnya, malaikat maut pun bersedia menjemputnya, tanpa ada kompromi. Kekuasaan, kekayaan, tentera, teman, kerabat dan segala yang ada di dunia ini, tak ada yang mampu mencegah kematian.

 

Firaun sepanjang hidupnya tidak pernah mahu mengakui kekuasaan Tuhan melebihi kekuasaannya. Bahkan dia sendiri mengaku sebagai Tuhan. Akan tetapi pada penghujung hidupnya, pada saat-saat ketika dia akan tenggelam dalam lautan setelah mengejar pasukan Bani Israel, Firaun berseru kepada Allah, mengakui keEsaan-Nya, berserah diri kepada-Nya. Firaun yang sangat berkuasa di dunia akhirnya merasa kerdil di depan al-Maut.

 

Al-Ma’mun, seorang khalifah yang sangat luas wilayah kekuasaannya, di penghujung kehidupannya dia sedar bahawa sebentar lagi malaikat maut segera datang menjemput. Kesedarannya terhadap kepastian mati itu tak pernah diragukan, namun dia tetap takut dan gelisah menghadapinya. Itulah sebabnya dia perintahkan kepada bawahannya untuk mengusungnya ke markas tentera. Saat itu malam hari, obor-obor dinyalakan di setiap sudut sehingga suasana menggetarkan setiap orang yang ada di situ. Di tengah hamparan padang pasir yang luas itu, al-Ma’mun merasakan harapan dan cita-citanya terbang bersama angin.

 

Dia sedar bahawa kekuasaan dan kemuliaannya di dunia tidak mendatangkan manfaat sedikit pun pada saat-saat seperti itu. Dengan segala kepasrahan dalam ketidakberdayaannya, dia menadah tangan tinggi-tinggi sambil berdoa “Wahai Zat yang kekuasaan-Mu sentiasa kekal, kasihanilah hamba-Mu yang kekuasaannya akan hilang dari tangannya.”

 

Sampai di sini, ada satu pertanyaan yang mesti dijawab, apakah sebenarnya yang ditakutkan oleh manusia pada kematian itu? Jawapannya perlbagai, tapi yang pasti bahawa yang paling ditakutkan manusia dari kematian adalah kesirnaan dan ketiadaan. Mereka takut kehilangan, teman, kekasih, anak, orang tua, harta benda, kemuliaan, kekuasaan dan segala hal yang bersifat duniawi. Mereka takut berpisah dengan semua yang dimiliki di dunia ini.

 

Sesungguhnya manusia telah lama membangun istana harapan dan cita-cita dalam jiwanya. Dengan susah payah mereka mengumpulkan satu persatu komponen bangunan itu. Akan tetapi dengan kedatangan al-Maut, semua bangunan itu tiba-tiba roboh, hancur berkeping-keping. Kematian tak ubahnya seperti bom yang menghancurkan segala-galanya, termasuk istana bayangan yang telah dibangunkan oleh jiwa manusia.

 

Jika istana yang dibangun dalam jiwa manusia itu hanyalah istana harapan dan impian, tentulah rapuh dan mudah runtuh. Sekali datang al-Maut, sirna dan hancurlah semuanya. Akan tetapi jika manusia membangun istana dalam jiwanya dengan iman dan akhlaqul karimah, maka bangunan itu tak akan pernah roboh oleh kematian sekali pun. Kematian tidak berpengaruh sedikit pun pada mereka.

 

Bagi orang-orang seperti ini, kematian tidak lebih dari sekadar perpindahan dari satu alam kea lam yang lain. Ibarat orang-orang metropolitan yang super sibuk, mereka memerlukan waktu khusus ‘week end’ untuk rekreasi, melupakan tentang pekerjaan, meninggalkan kesesakan ibu kota, meninggalkan rumah dan segala macam yang menyesakkannya. Mereka benra-benar menginginkan suasana baru, di alam yang baru. Bagi orang-orang seperti ini, kematian sama sekali tidak menakutkan

 

Beban yang dideritai oleh mereka yang sedang dalam sakaratul maut itu luar biasa. Rasa sakit yang dideritainya cukup berat, apalagi pada detik-detik terakhir ketika malaikat maut sudah mulai menjalankan operasinya. Semua Nabi dan Rasul kekasih Allah turut merasakannya, tak terkecuali Muhammad s.a.w. Aisyah menceritakan bahawa di saat sakaratul maut, di samping Rasulullah ada bejana berisi air, lalu baginda memasukkan tangannya ke dalam bejana itu, sambil berdoa;

 

“Ya Allah, tolonglah aku dari sakaratul maut ini.” (HR. Nasa-i, Ibnu Majah, Ahmad dan Tirmidzi)

 

Jika orang yang setabah Nabi Muhammad Shallallaahu’alaihi wa sallam juga meminta pertolongan pada saat menghadapi sakaratul maut, apalagi orang lain yang tidak memiliki mental seperti baginda. Ini adalah gambaran bahawa sakaratul maut itu memang luar biasa sakitnya. Beban sakit yang luar biasa itu akan semakin bertambah dan berlipat-lipat apabila mental seseorang tidak bersedia menghadapinya.

 

Yang mampu menolong seseorang menahan rasa sakit ketika peristiwa sakaratul maut adalah jiwanya. Mereka yang menolak kematian tentu lebih berat penderitaannya, sedangkan mereka yang pasrah, apalagi yang menyambutnya dengan penuh persiapan, tentu dapat merasakan penderitaan itu lebih ringan. Rasa sakit yang sangat itu bias dikalahkan dengan harapannya kepada Allah akan kehidupan yang lebih baik, lebih kekal dan lebih membahagiakan.

 

Sepanjang masih ada harapan bahawa kehidupannya di akhirat lebih baik dari yang dirasakan di dunia ini, maka segala rasa sakit dan kepedihannya akan terubat oleh bayangan Syurga dan kehidupan yang lebih baik tersebut.

 

Lain halnya bagi meraka yang tidak punya harapan akhirat, kematian merupakan kiamat baginya. Kematian adalah akhir segala-galanya, padahal bagi orang-orang kafir, kematian sesungguhnya adalah awal penderitaan yang berpanjangan, bahkan selama-lamanya.

 

Orang-orang soleh yang telah mempersiapkan hari kematiannya dengan baik tak terlalu khuatir dengan kematian itu. Mereka rileks menghadapinya, sampai pada detik-detik akhirnya. Rasulullah sangat tenang ketika al-Maut menjemput, bahkan baginda tetap menghibur puterinya, Fathimah yang kelihatan kurang rela melepasakan kematian ayahandanya. Baginda bersabda;

 

“Wahai puteriku, telah datang kepada ayahmu keputusan Allah yang tiada seorang pun dapat menolaknya hingga hari kiamat.” (HR.Ahmad)

 

Rasulullah bahkan seolah tak menghiraukan kematian itu, sehingga sampai pada detik-detik akhir hayatnya, baginda tetap menjalankan tugas kerasulannya dengan menyampaikan fatwa-fatwa penting sebagai pengingat kepada umatnya. Baginda mengingatkan umatnya agar tetap memelihara solat, melindungi kaum perempuan dan pelbagai wasiat penting lainnya.

 

Orang-orang mulia seperti Rasulullah s.a.w. melihat bahawa kematian bukan akhir dari segala-galanya, bukan pula keterpisahan dan ketiadaan, akan tetapi kematian adalah perpindahan dari satu alam ke alam yang lain. Kematian adalah rekreasi yang sebenarnya.

Published in: on 17 January 2007 at 11:05 am  Comments (1)  

The URI to TrackBack this entry is: https://mavourneen.wordpress.com/2007/01/17/mati-itu-pasti-sebuah-rekreasi-sejati/trackback/

RSS feed for comments on this post.

One CommentLeave a comment

  1. aku pernah menemani 2 orang yang kusayang meninggal dalam pelukan, ya mereka kepayahan…..sekali, aku bermimpi kelak akan kutemukan mereka kembali serta ketirunan2ku di tempat di surga yang Allah janjikan buat orang2 yang sabar dan sholat, bisakah?


Leave a reply to aulia Cancel reply